GNPK Dukung Penuh Reformasi Agraria

KOSONGSATUNEWS.COM, MAJENE — Sebagai ketua Gerakan Nasiona Pemberantasan Korupsi (GNPK) Sulawesi Barat, pada prinsipnya mendukung penuh reformasi agraria dalam artian unsur kepemilikan tanah, tertib administrasi dibidang pertanahaan itu perlu diciptakan, ini sangat penting untuk mencegah tidak terjadinya konflik-konflik tanah dikemudian hari.

karena negara pun telah menegaskan akan pentingnya pen-sertipikat-an tanah yaitu mulai sejak diundangnkannya undang-undang pokok agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960 kemudian disusul dengan Peraturan pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. lalu di PP nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Dimana negara sudah menegaskan bahwa perlu disertipikatkan oleh seluruh warga negara di seuruh negara Indonesia, apabila satu tahun dari berlakunya PP ini yaitu 1998 masih juga belum ada yang men-sertipikat-kan Tanahnya, maka tanah tersebut bisa menjadi tanah negara.

“Itu penjelasan pemerintah tersebut atau undang-undang menyampaikannya seperti itu. jadi kembali kepada adanya reformasi agraria ini tentang  Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dicanangkan oleh bapak presiden Joko Widodo, ini perlu kita dukung penuh dan kita sukseskan bersama terhadap bagaiamna tanah-tanah yang ada di dalam wilayah kita ini bagi warga semua (tanahnya) telah bersertipikat,” kata ketua Gerakan Nasional Pemberantasa Korupsi (GNPK) Sulawesi Barat Fendra Atutu, SH, kepada sejumlah wartawan dari berbagai media massa di Difa Kafe Lembang, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulbar, Selasa 25 Januari  saat melakukan kofrensi pres.

Fendra yang juga dikenal sebagai Advokat dan Konsultan Hukum ini, menegaskan sangat mendukung penuh dan tidak tolerir terhadap mafia-mafia tanah.

“Jadi GNPK sangat memberikan perhatian utama dalam hal ini PP (Kepres) Nomor 55 1993, oleh  pihak penyidik kepolisian saya yakin dan percaya sudah ada MoU (memorandum of understanding/kesepahaman) dalam mengatasi mafa tanah ini. Jadi kami pun di GNPK sangat memberikan perhatian utama terhadap timbulnya mafia tanah di wilayah Sulawesi Barat,” imbuhnya.

Terkait dengan dugaan penyerobotan sebidang tanah oleh oknum warga Majene dan telah mendirikan bangunan yang berlokasi di Kelurahan Rangas, Kecamatan Banggae, Fendra selaku ketua GNPK yang mendampingi atau advokasi pemilik tanah pihak pertama dengan Hak Milik Nomor : 654 yang telah dilaporkan ke penyidik Polres majene dengan LP nomor : P/B75/VI/2021/SPKT/PolresMajene/PoldaSulawesi Barat, tertanggal 7 Juni 2021.

“Sebagai ketua GNPK hal ini kita tidak bisa biarkan, dan ini harus ditempuh dengan jalur hukum,” tegasnya.

Terkait kasus tanah tersebut yang menimbulkan konflik pertanahan di tengah masyarakat, Fendra menjelaskan, “Kalau kita bicara soal konflik-konflik pertanahan yaa satu saja UU yang kita pedomani yaitu UU pokok Agraria nomor 5 tahun 1960, karena UU Agraria menyatakan dengan tegas bahwa satu-satunya hak terpenuhi dan termuat yaitu Sertipikat. Nah inilah yang harus kita sepakati bersama, bahwa Sertipikat sebagai ssatu-satunya alat bukti termuat dan terpenuhi atas hak tanah bagi warga negara. Sehingga kita tidak lagi memperdebatkan dokumen-dokumen yang lain, mengenai Dokumen Sertipikat kan ada tempat pengujiannya, bisa melalui PTUN (pengadilan tata usaha negara) atau bisa dilaporkan ke BPN (Badan Pertanahan nasional) kalau memang Sertipikat itu meragukan.” terangnya.

Terkait dugaan penyerobotan tanah tersebut, Fendra berharap pihak penyidik Polres Majene sebagai pelaksana UU untuk bersikap tegas menegakkan supremasi hukum dan melaksanakan pasal 385 KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) tentang Penyerobotan Lanah dan Perpu nomor 51  tahun 1961 tentang larangan pemakaian tanah tanpa ijin dari pihak yang berhak.

“Sehingga ketegasan hukum tersebut tidak hanya memberikan jaminan kepastian hukum, namun juga dapat mencegah terjadinya konflik

 

(*/ Bahar /Hm Kr Yahya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *