ENREKANG — Kian menjadi sorotan warga Desa Karrang, Kecamatan Sendana, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, setelah mencuat dugaan bahwa sertifikat yang digunakan Saida untuk menguasai lahan milik Samba bin Parakki adalah sertifikat abal-abal.
Alasannya, pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Enrekang tidak pernah terlihat melakukan pengukuran di lokasi tersebut. Selain itu, dasar penerbitan sertifikat tersebut dianalogikan seperti “anak lahir lebih dulu daripada induknya”, dan nomor sertifikat yang tertera juga tidak beraturan.
Jika dibandingkan dengan sertifikat asli, tampak jelas adanya perbedaan. Bahkan salah satu aparat desa setempat menyebut sertifikat tersebut abal-abal. Terlebih, luas lahan yang tercatat dalam PBB hanya sembilan are, sementara dalam sertifikat tertulis dua puluh satu are.
“Tidak pernah ada pemberitahuan sebelumnya dari pihak BPN untuk mengukur lahan tersebut,” jelas aparat desa yang enggan disebut identitasnya. “Lebih baik minta markanya, Pak, di BPN,” tambahnya.
Samba bin Parakki, saat dikonfirmasi, mengatakan bahwa tidak ada pemberitahuan atau pengukuran dari pihak BPN, padahal lokasinya berdampingan langsung dengan tanah yang diklaim Saida sebagai miliknya. Ia juga mengungkapkan bahwa upaya damai secara kekeluargaan pernah dilakukan, namun ditolak oleh Saida.
Dalam kesempatan lain, Rahim, kemenakan Samba, menyatakan, “Mungkin mereka ingin disamakan lagi dengan proses perkara Sawa tempo hari. Tapi kami tetap akan memperjuangkannya untuk memperoleh kembali hak kami. Kami terus berjuang untuk mendapatkan keadilan,” tegasnya.
Saida sendiri berupaya dikonfirmasi, namun tidak berhasil ditemui.
(Tm/j)