Diduga Sertifikat Palsu Digunakan untuk Berupaya Merampas Lahan Samba di Kabupaten Enrekang

ENREKANG — Sengketa lahan antara Samba bin Parakki melawan Said bin Andan semakin terang benderang. Konflik ini mulai mencuat dan diduga kuat melibatkan mafia tanah.

Sertifikat yang digunakan oleh Said merupakan milik Andan (orang tua Said) dan digunakan untuk melaporkan Samba atas dugaan penyerobotan dan pengrusakan. Padahal, menurut pengakuan Samba, sejak tahun 1970-an ia telah tinggal di lokasi tersebut bersama ibunya, Parakki. Sejak saat itu, lahan seluas 14 are dibayarkan pajaknya hingga kini.

Namun, yang membingungkan masyarakat, pada tahun 2000 terbit sertifikat atas nama Andan, dengan dasar penerbitan berupa “tukar sapi” antara Ambo Tuo dan Andan. Anehnya, lokasi yang ditunjuk dalam sertifikat tersebut adalah lokasi milik Samba. Hal ini membuat masyarakat di Dusun Mallaga, Desa Karrang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel), bingung.

Aris

Keanehan lain adalah, dasar penerbitan sertifikat adalah tukar sapi antara Ambo Tuo dan Andan yang terjadi pada tahun 2001, sementara sertifikat sendiri terbit pada tahun 2000 — lebih dulu terbit ketimbang dasar perolehannya. Sertifikat tersebut juga tidak mencantumkan luas lahan dan lokasinya secara jelas. Masyarakat Dusun Mallaga dan sekitarnya tahu bahwa lahan milik Ambo Tuo berada di seberang jalan dari lahan Samba, yang telah lama berdiri rumah di atasnya.

“Saya yakin, Pak, Said bin Andan memang ada upaya untuk menguasai lahan Samba dengan menggunakan sertifikat yang diduga palsu, dengan luas 21 are. Yang pertama kali membangun rumah di Dusun Mallaga itu Samba bin Parakki. Mana mungkin Samba yang menyerobot? Justru yang menyerobot itu Pak Andan, dengan menggunakan sertifikat yang terbit tahun 2000, padahal dasar penerbitannya tukar sapi baru terjadi tahun 2001. Ini juga lucu, Pak. Tukar sapi itu juga tidak mencantumkan luas 21 are. Ini kerja siapa ya? Sayangnya, laporan itu kok bisa diterima, sehingga Samba dan keluarganya bersedih. Kami menduga ini kerja mafia tanah, yang sudah banyak menelan korban. Kasihan Samba jadi korban lagi,” ujar beberapa sumber dengan nada terenyuh.

Aris, keluarga Samba, mengaku bahwa saat berada di Polres Enrekang, Pak Ali — anggota Polres — pernah mengatakan bahwa sertifikat milik Andan tidak memiliki marka. Hal yang sama juga disampaikan oleh pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang hadir saat itu; mereka menyatakan sertifikat milik Andan yang digunakan Said untuk melaporkan Samba, tidak memiliki marka. Maka ketika Said dan keluarga Samba dipertemukan di Polda Sulsel, mereka langsung disuruh pulang karena Said tidak dapat memperlihatkan sertifikat asli, melainkan hanya fotokopi.

Saat dikonfirmasi oleh Media 01, Pak Aditia menyampaikan bahwa penyidikan telah dihentikan karena tidak cukup bukti.

Said sendiri terus berupaya dikonfirmasi namun tidak dapat ditemui. Meski begitu, sumber menyebut bahwa Said merasa memiliki cukup bukti kepemilikan atas lahan tersebut.

Beberapa pihak berharap Said bersedia menghadirkan pihak BPN, namun hal itu belum pernah dilakukan. Bahkan Aris dan Ibrahim, kemenakan Samba, berjanji akan membiayai langsung kehadiran pegawai BPN jika mau turun meninjau lokasi sertifikat atas nama Andan. Namun hingga kini, pihak BPN enggan turun ke lokasi untuk menunjuk langsung tempat yang dimaksud dalam sertifikat tukar sapi antara Andan dan Ambo Tuo.

(Tamrin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *