SIDRAP — Gundah gulana masyarakat kini menjadi sederet daftar hitam yang terpatri pada instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Hal ini diduga kuat akibat terbitnya sertifikat tanah tanpa memiliki dokumen dasar pembuktian data fisik dan data yuridis (warkah).
Salah satunya adalah kasus sertifikat tanah milik Ari (inisial), seorang pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Sidrap. Sertifikat tersebut diterbitkan di atas lahan negara yang sejak 2011 dikuasai oleh Zainal, terletak di samping rumahnya, dan berbatasan langsung dengan lahan milik H. Karabi. Luas tanah tersebut diperkirakan sekitar 290 meter persegi dan berada di poros Lancirang – Belawa.

Yang menjadi sorotan, pada tahun 2023, tiba-tiba sertifikat atas nama Ari terbit tanpa adanya tanda tangan dari Zainal maupun H. Karabi sebagai pemilik lahan di batas-batasnya. Bahkan sebagian lahan milik H. Karabi dan Zainal turut masuk ke dalam peta bidang sertifikat tersebut.
Masyarakat pun mempertanyakan keabsahan proses penerbitan sertifikat ini. “Apakah bisa terbit sertifikat tanah tanpa tanda tangan pemilik lahan batas-batas tanah?” keluh warga. Kejadian ini disebut-sebut sebagai tindakan penyerobotan lahan dengan memanfaatkan kekuatan internal BPN untuk menguasai lahan warga. Isu yang berkembang, cukup bermodalkan uang dan “beking”, proses sertifikasi bisa dimuluskan meski tanpa warkah.
Kondisi ini menimbulkan gejolak dan krisis kepercayaan antara masyarakat dan pemerintah. Kredibilitas BPN serta aparat lainnya kini tengah diuji. “Yang kami inginkan sebagai masyarakat, jangan salahkan yang benar, dan membenarkan yang salah,” ujar Zainal.
Sementara itu, menurut salah satu sumber dari internal BPN, sebenarnya sertifikat atas nama Ari terletak di Kelurahan Majjelling. Namun persoalan muncul karena Ari justru menunjuk lokasi lahannya di samping rumah Zainal. “Masalahnya di situ,” kata sumber tersebut dengan nada lirih. (Tim)