PINRANG — Lahan seluas kurang lebih 1.035 meter persegi yang terletak di Dusun Bulisu, Kelurahan Kassa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, telah dikuasai oleh leluhur Sinada sejak tahun 1930-an.
Namun, sejak beberapa tahun terakhir, keluarga Sinada mengaku mengalami berbagai bentuk penzaliman. Tercatat, sebanyak 11 kali ikan yang mereka pelihara di lokasi tersebut dijarah oleh kelompok tertentu. Bahkan kini muncul upaya untuk menggusur Sinada bin Palemmai dan keluarganya dari lahan yang telah mereka tempati selama puluhan tahun.
Sinada adalah seorang besitter di atas tanah negara, yang secara hukum telah memiliki hak untuk mengajukan sertifikat kepemilikan. Terlebih, terdapat surat dari pemerintah setempat yang menyatakan bahwa Sinada—anak dari seorang purnawirawan TNI Angkatan Darat—menguasai lahan tersebut secara turun-temurun sebagai lahan bercocok tanam.

Namun, setelah ayahnya wafat, tekanan terhadap keluarga Sinada mulai meningkat, terutama sejak pamannya, P. Juddin, menjabat sebagai Kepala Kampung Bulisu dari tahun 1984 hingga 2000. Saat itu, muncul proyek pembangunan tanggul sebagai tempat penampungan air di lahan milik keluarga Sinada.
Meski tidak ada perjanjian tertulis antara pihak pemerintah (PSDA) dengan keluarga Sinada, faktanya lahan yang kini menjadi lokasi cekdam tersebut dulunya adalah kebun keluarga. Kini, Sinada mengalihfungsikan lokasi tersebut sebagai tempat budidaya ikan. Ia rutin menabur benih ikan, namun hasilnya kerap dirampas oleh kelompok tak dikenal.
“Pada tahun 2024, kami menabur benih ikan sebanyak 5.000 ekor. Setahun kemudian, ikan-ikan itu dirampok oleh kelompok tertentu. Kami sudah melaporkan kejadian ini ke pihak kepolisian, namun hingga kini belum ada tanggapan. Kami sedih, Pak, karena kami menduga ada provokator yang terus menzalimi kami, membuat kami sekeluarga menderita,” ujar Sinada penuh keprihatinan.
Salah satu sumber juga menyampaikan bahwa dugaan penzaliman tidak hanya datang dari masyarakat, tapi juga dari oknum anggota DPRD. “Itu terlihat saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin. Kami sangat terpukul melihat Sinada yang dizalimi. Padahal, kami hadir atas undangan Lurah Kassa yang mengajukan RDP. Bayangkan, sudah dua kali RDP digelar tanpa sepengetahuan Sinada. Ia baru tahu dan hadir di pertemuan ketiga setelah mendengar pengumuman dari masjid di kampung Radda. Lucu, kan? Kami yakin ada yang memprovokasi warga hingga berani merampok ikan milik Sinada. Kami tahu betul, lahan itu adalah tanah negara yang dikuasai keluarga Sinada secara turun-temurun. Warga tidak akan sebrutal itu jika tidak ada yang mengadu domba,” keluh sumber tersebut.
Keluarga Sinada pun berharap agar penegakan hukum dapat ditegakkan secara adil, demi memberikan kejelasan dan rasa keadilan bagi masyarakat kecil yang selama ini merasa dizalimi.
(Tim)