PINRANG — Denyut jantung masyarakat sekitar yang mengetahui jelas tentang dugaan perampokan ikan di Teppo Radda, Dusun Bulisu, Kelurahan Kassa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, terus berdebar.
Mengapa tidak? Sejumlah masyarakat sekitar mengetahui bahwa Teppo Radda, yang dahulunya adalah kebun yang diolah Pallorong sejak tahun 1930-an, kemudian dilanjutkan oleh Palemmai bin Pallorong, lalu Sinada bin Palemmai, kini menjadi obyek pencurian dan perampokan oleh kelompok orang tertentu yang diduga otaknya adalah aparat kampung.
Sinada (67 tahun) menyebut bahwa hingga kini telah terjadi 11 kali perampokan dan pencurian ikan di Teppo Radda, lahan yang ia kuasai sejak leluhurnya, dan memiliki surat bukti penguasaan lahan dari pemerintah setempat dan kehutanan.

“Kami melapor perampokan ikan, Pak, pada kepolisian tanggal 16/7/2025, namun tidak ditanggapi. Padahal kami jauh-jauh datang dari Kampung Radda, dengan penuh risiko. Kami dizalimi oleh kelompok orang yang memegang pemerintahan di kampung, Pak. Kami orang tua yang miskin dan bodoh, yang terus teraniaya setelah meninggal Palemmai, orang tua kami, dan om kami P. Juddin, mantan Kepala Kampung Radda. Sekarang kami tidak tahu lagi ke mana harus mengadu. Kami orang tidak berdaya dan bodoh. Uang kami juga sudah banyak yang habis. Kami berharap agar kami dibantu, tapi nyatanya, tetap kami ingin dilenyapkan di kampung, tempat leluhur kami. Kami juga heran, kenapa masyarakat tiba-tiba sejahat itu, padahal kebanyakan keluarga kami. Terus terang Pak, kami rela mati di tempat lahan leluhur kami,” tegas Sinada penuh haru.
Terang Yuyun, menantu Sinada, saat dikonfirmasi Media 01, setahun yang lalu mertuanya menabur 5.000 (lima ribu) ekor ikan di Teppo Radda, tapi setelah besar, orang lain yang merampoknya di siang hari, yang diduga dimotori Kepala Kampung dan rekan-rekannya yang ingin menguasai. Mertua perempuannya seketika lumpuh setelah mengetahui hal tersebut.
“Saya datang di lokasi tersebut, saya diteriaki, huuuu, mirip dengan teriakan di RDP kemarin. Kemudian motor kami didorong ke semak-semak, dan bannya dikempeskan. Pak, kami butuh hukum dan keadilan ditegakkan. Saya hanya membantu mertua kami karena anaknya pergi merantau,” jelas Yuyun sedih, sembari menambahkan bahwa baru-baru ini ada lagi orang kecamatan yang datang mengambil ikan yang dipelihara mertuanya. Orang itu dikenal bernama Suk. Tanpa permisi langsung mengambil ikan, sisanya sudah dirampok orang.
Lahan itu dikelola oleh leluhur Sinada dan tidak pernah tergantikan sampai sekarang. Bahkan masyarakat sekitar juga mengetahui bahwa Teppo Radda adalah lahan Sinada yang dijadikan teppo, hanya saja diduga ada provokator yang memelintir informasi.
Yang mengherankan lagi, surat dari Lurah Kassa kepada DPRD untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin menyebut bahwa lahan Sinada (Teppo Radda) adalah ilegal, padahal bukti penguasaan dari Kehutanan dan mantan kepala desa ada. Apalagi lahan Sinada sudah berstatus besikter.
“Saya pernah menyampaikan pada Dinas Kehutanan Pinrang waktu itu. Kadis menyampaikan setelah melihat surat yang ada, ini sudah dapat disertifikatkan,” ujar Sattu, sambil berharap keadilan untuk Sinada.
(Tim)