ENREKANG — Jeritan warga Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, mencuat akibat terbitnya sertifikat yang diduga abal-abal. Hal ini seharusnya menjadi center point bagi penegak hukum untuk melakukan pengusutan. Bahkan, sumber di Kantor Polres Enrekang menyebut, sekitar 200 lebih sertifikat menjadi biang keresahan masyarakat.
Seperti yang dialami H. Ali, salah satu pengusaha kayu di daerah itu, yang mengaku memiliki dua sertifikat abal-abal. Ia menyampaikan bahwa sertifikat tersebut tidak dapat digunakan sebagai jaminan untuk pengajuan kredit di bank.

Sumber lain menyebutkan bahwa sertifikat-sertifikat ini digunakan oleh oknum licik sebagai upaya untuk merampas lahan milik warga. Salah satu korban, Samba bin Patakki, warga Dusun Mallaga, Desa Karrang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, mengalami kerugian besar. Kasusnya telah hampir dua tahun bergulir di kepolisian. Berawal dari laporan Said bin Andan ke Polsek Cendana, kemudian dilimpahkan ke Polres Enrekang terkait dugaan penyerobotan lahan dengan menggunakan sertifikat yang diduga keras palsu.
Samba dan keluarganya telah mengalami kerugian baik materiil maupun tenaga, karena harus mengurus perkara dan bolak-balik menghadiri proses hukum.
“Kami sangat menderita akibat laporan Said bin Andan, padahal sudah diketahui bahwa Said hanya menggunakan sertifikat abal-abal. Polisi pun tahu, karena sertifikat tersebut tidak memiliki warka sebagai dasar sah terbitnya sertifikat. Anehnya, kami dilarang membersihkan lokasi yang dikuasai Samba sejak tahun 1970-an. Inilah yang membuat warga yang mengetahui kondisi ini menjadi resah,” ujar Aris, kemenakan Samba.
Kasus ini bermula ketika Andan menukar sapi dengan Tuo, namun justru lahan milik Samba yang hendak diambil. Padahal, Tuo juga memiliki lahan sendiri. Di sinilah masyarakat menduga kuat adanya permainan mafia tanah. Pihak BPN juga diharapkan turun ke lokasi untuk menunjukkan letak sertifikat milik Andan, namun hingga kini tidak juga dilakukan.
“Berulangkali kami sampaikan, bahkan kami bersedia membiayai agar BPN turun ke lokasi, tetapi tidak ada respon. Kami menderita, Pak, sebagai masyarakat kecil yang tidak paham hukum,” ungkap Aris dengan sedih.
Upaya konfirmasi kepada Said bin Andan telah berulang kali dilakukan, namun tidak berhasil ditemui. Rahim, salah satu warga, menduga bahwa Said memiliki backing kuat yang berusaha membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar.
Rahim juga berharap agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera membongkar mafia tanah yang telah menyebabkan penderitaan bagi masyarakat.
(Tim)