Diduga Provokator Bermain di Kasus Cekdam Kabupaten Pinrang

PINRANG — Awalnya, masyarakat Dusun Bulisu, Kelurahan Kassa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, hidup rukun dan damai. Mayoritas warga merupakan satu keluarga besar. Bahkan Kepala Kampung saat itu, P. Juddin, adalah sepupu dari Sinada bin Palemmai. Dialah yang mencetuskan pembangunan tanggul—yang kini disebut sebagai Cekdam—pada masa kepemimpinannya, demi mengairi sawah masyarakat, tanpa mengubah fungsi penguasaan lahan milik Palemmai bin Pallorong.

Dulunya, lahan tersebut dimanfaatkan sebagai area bercocok tanam, namun kini telah beralih fungsi menjadi tempat pemeliharaan ikan.

Peserta RDP

“Dulu tidak ada masalah, Pak, karena di dusun itu kita satu keluarga. Aman-aman saja,” ungkap salah satu warga Dusun Bulisu yang dipanggil mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP). Namun, saat ini kondisi menjadi rumit. Lahan yang telah dikuasai Sinada bin Palemmai secara turun-temurun menjadi bahan perbincangan hangat. Bahkan, ikan-ikan yang dipelihara di lokasi tersebut diduga telah dijarah oleh kelompok tertentu.

Sumber tersebut menduga ada pihak yang memprovokasi hingga permasalahan ini mencuat ke permukaan. “Mana mungkin lahan yang telah dikuasai rakyat sejak tahun 1930-an—meskipun statusnya Tanah Negara (TN)—tidak bisa diajukan untuk sertifikasi? Sinada jelas berhak mengajukan permohonan sertifikat,” tegasnya.

Yang membuat heran, lanjut sumber, dari hasil RDP di DPRD, muncul dugaan bahwa pemerintah justru ingin mengambil alih lahan tersebut. “Ini sangat ganjil. Kalau benar demikian, kami sebagai pemegang amanah rakyat harus berkaca—ke mana lagi rakyat bisa mengadu?”

Sumber juga mempertanyakan mengapa justru Lurah Kassa yang mengajukan RDP, bukan Sinada bin Palemmai sebagai pihak yang dirugikan. “Ini menimbulkan kecurigaan. Kami apresiasi komentar Kapolsek yang langsung turun ke lokasi dan mengetahui bahwa kedalaman Cekdam saat ini tidak dapat mengairi sawah seluas 50 hektare. Padahal dulunya, kawasan itu adalah kebun milik Pallorong, leluhur Sinada bin Palemmai, seorang purnawirawan TNI Angkatan Darat.”

Masih di Kantor DPRD Pinrang, sumber menambahkan bahwa wajar jika Sinada menuntut keadilan. “Proses RDP tadi justru membingungkan. Terlihat bahwa ‘wasit’ dalam kasus ini tidak netral. Hak keluarga Sinada seolah dikebiri dan tidak diberi ruang untuk mengungkapkan kebenaran.”

Sementara itu, sumber lain dari Kelurahan Kassa berharap agar masyarakat tidak menyudutkan pihak tertentu secara berlebihan. “Cukuplah penderitaan yang dialami Sinada selama ini. Bayangkan, ikannya sudah 11 kali dijarah oleh kelompok tertentu. Kami sangat prihatin,” ujarnya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *