MAMASA — Polemik seputar bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) kembali menyeruak di Kabupaten Mamasa. Kali ini, Kepala Sekolah SDN Bussu, Dusun Lambanan, Desa Tadisi, Kecamatan Sumarorong, menjadi sorotan setelah rekaman hasil konfirmasi salah seorang aktivis pendidikan, Awt, tersebar ke media.
Dalam rekaman tersebut, Kepsek SDN Bussu menegaskan bahwa dana yang diterima para siswa bukanlah PIP dari pusat, melainkan bantuan aspirasi dari seorang anggota DPR RI asal Sibanawa, yang disebut sebagai Singkarru’, melalui perantara “Papa’ Pajar”.
Terkait adanya dugaan pemotongan dana bantuan sebesar Rp100.000 per siswa (Rp50.000 untuk operator sekolah dan Rp50.000 untuk pengurus), kepsek membantah keras. Menurutnya, hal itu bukan pemotongan, melainkan bentuk “pengertian” dari para orang tua siswa kepada pihak sekolah.
“Ini bukan PIP, tapi aspirasinya Singkarru’. Kami masukkan data lewat pengurusnya, Papa’ Pajar. Kalau ada isu pemotongan, itu bukan pemotongan, tapi namanya orang bekerja kita harus hargai. Jadi saya katakan ke orang tua murid, tolonglah pengertiannya,” ujar kepsek dalam rekaman konfirmasi Awt.
Meski begitu, saat ditanyakan apakah ada berita acara atau bukti tertulis kesepakatan orang tua siswa mengenai pungutan Rp100.000 tersebut, kepsek mengakui bahwa hal itu tidak pernah dibuat.
Lebih lanjut, kepsek mengakui bahwa dari 30 siswa, hanya 17 yang benar-benar mendapatkan bantuan PIP dari pusat, sementara 13 lainnya masuk melalui jalur aspirasi. Dari dana sebesar Rp450.000 per siswa aspirasi, yang sampai ke tangan orang tua siswa tinggal Rp350.000 setelah dipotong Rp100.000 dengan dalih “pengertian” untuk operator dan pengurus.
“Kalau ada pemotongan tidak mungkin saya kasih rekeningnya ke siswa, mereka sendiri yang mencairkan. Tapi saya bilang kalau sudah cair, antar ke sini. Itu bukan pemotongan atau pemaksaan, tapi pengertian,” tegas kepsek lagi.
Pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat, mengingat tidak adanya berita acara resmi maupun dasar hukum yang membenarkan pungutan terhadap dana bantuan siswa.
Aktivis pendidikan Awt yang mengungkap hal ini menilai, praktik semacam itu justru membuka celah penyalahgunaan bantuan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu. (Ayu)