Bupati Mamasa Tegaskan: “Kita Butuh Data Pohon yang Tumbuh, Bukan Sekadar yang Ditanam”

MAMASA — Bupati Mamasa, Welem Sambolangi, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh dalam program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Hal itu ia sampaikan saat menghadiri kegiatan Sekolah Lapang RHL dan Agroforestry Sub DAS Mamasa yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) wilayah kerja Balai Pengelolaan DAS (BP-DAS) Jeneberang Saddang, di Aula Kantor Kecamatan Sumarorong, Kabupaten Mamasa, Jumat (22/8/2025).

Dalam arahannya, Bupati menekankan agar program RHL tidak berhenti pada penyaluran dan penanaman bibit semata. Menurutnya, ukuran keberhasilan harus ditentukan dari jumlah pohon yang berhasil tumbuh dan bertahan hidup di lapangan.

“Sejak 2021 program ini berjalan, harusnya sudah banyak pohon tumbuh di lahan-lahan tandus. Tapi faktanya, lahan kritis masih banyak. Jangan sekadar bagi bibit, ditanam lalu ditinggalkan. Kalau mati, ganti lagi bibitnya. Yang dibutuhkan adalah data berapa pohon yang tumbuh, bukan sekadar yang ditanam,” tegas Welem.

Ia juga meminta agar BP-DAS menyusun program yang lebih jelas dan terintegrasi hingga ke tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten, agar tercipta konsolidasi, komunikasi, serta tanggung jawab yang nyata dari setiap unsur pemerintahan dalam mendukung rehabilitasi hutan dan lahan.

Selain itu, Bupati menyoroti pentingnya penggunaan bibit lokal. Menurutnya, bibit yang didatangkan dari luar kerap tidak sesuai dengan kondisi tanah Mamasa sehingga tingkat keberhasilannya rendah.

“Saya tidak mau Mamasa hanya dijadikan tempat membuat laporan pertanggungjawaban. Program sekecil apapun, asal bermanfaat, itu yang dibutuhkan masyarakat. Sebaliknya, sebesar apapun program, kalau tidak ada hasil nyata, sama sekali tidak berguna bagi Mamasa,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan BP-DAS Jeneberang Saddang, UPT Achmad Sudarno, S.P., M.Sc., dalam pemaparannya menyampaikan capaian kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di Mamasa. Hingga kini, pihaknya telah merehabilitasi 1.537 hektar kawasan, membangun 106 unit bronjong penahan erosi, melakukan monitoring dan evaluasi (monev) di wilayah Salulo, Tawalian, dan Paladan, mengembangkan benih pohon dan penanaman bambu, serta membentuk dan membina kelompok tani hutan.

Namun, Sudarno mengakui kendala terbesar dalam pelaksanaan RHL adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan tanaman serta ketidaksesuaian bibit dengan kondisi tanah setempat.

Kegiatan sekolah lapang ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan rehabilitasi hutan dan lahan, sehingga Mamasa ke depan tidak lagi menghadapi ancaman lahan kritis yang terus meluas. (Ayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *