Melbourne, kosongsatunews.com – Gubernur Sulsel Prof HM Nurdin Abdullah (NA) mendapat undangan dari Pemerintah Australia melalui Konjen di Makassar. Kunjungan ke Melbourne, Australia yang dimulai Minggu 6 Oktober 2019 itu, untuk mempelajari manajemen air dalam rangka pengembangan modernisasi pertanian, di Sulsel.
Rombongan dipimpin Nurdin Abdullah, ikut pula Consul Australia di Makassar, Aron Cirbett, di hari kedua, Senin 7 Oktober 2019, meninjau perusahaan yang memproduksi pipa, selang, dan komponen pengairan yang mendukung sistem mekanisasi pertanian, Netafim.
Di perusahaan Netafim inilah, awal dari mekanisasi pertanian dengan sistem menagemen air, yang sangat teratur dan terukur di Australia.
Netafim memproduksi pipa dan komponen pipanisasi pertanian yang lengkap, untuk berkembangnya sistem pertanian modern, di Australia.
Air dilelola dan diukur dengan sistem digitalisasi. Selang produksi Netafim, sudah dilengkapi dengan lubang air dengan ukuran besaran lubang yang sama, pada jarak tertentu, tiap 50 cm.
Pipa ditanam pada kedalaman tertentu, pada jarak satu meter tiap bedengan. Air yang dipasok, melalui pipa ini diatur pada waktu-waktu tertentu, dan dapat dikontrol mengunakan aplikasi di handphone. Air dipompa, dari kolam sekitar 20 meter x 5 meter dengan kedalaman satu meter.
Kolam penampungan ini mampu mengairi lahan 40 hektare. “Sumber air dipasok dari bendungan. Kami punya empat bendungan,” tutur John Poggioli, Area Sales Manager Netafim.
Lanjutnya, program perpipaan produksi Netafim, menggunakan GPS, sehingga dapat diketahui dengan segera jika ada kebocoran, dan tingkat kelembaban yang berdasarkan kebutuhan tanaman.
Manager Director Netafim, Levy Schneider, menjelaskan, sistem managemen air ini telah mereka kembangkan di India dan Afrika Selatan, yang terkenal krisis air.
Pemerintah India, jelasnya, membuat program peningkatan kesejahteraan petani memanfaatkan sistem pengairan tetes dengan anggaran 100 juta dolar Amerika.
Ditambahkannya, pada tahun pertama program ini berhasil meningkatkan produksi pertanian dengan nilai setara 100 juta dolar AS dan meningkatkan kesejahteraan 27.000 petani setempat.
Di Austalia juga, katanya, minim sumber daya air sehingga harus dimenej dengan baik, melalui program penghematan air.
Di Australia menurut Levy, petani membayar air untuk pengairan 800 dolar Australia atau 7,6 juta rupiah dengan kurs 9.536 per dolar Asutralia) per 1.000 kubik.
“Petani membayar, karena hasil pertanian mereka menguntungkan. Tiap hektare lahan, memproduksi 19 ton jagung dengan tingkat basah 20 persen,” ungkapnya.
Dijelaskannya, baru 13 persen dari total lahan pertanian di dunia yang menggunakan sistem manajemen irigasi tetes. Di dalam sistem ini, menyuplai kebutuhan tanaman, seperti: air, pupuk cair, dan nutrisi.
Gubernur Sulsel, Prof HM Nurdin Abdullah, mengatakan, di Sulsel dan Indonesia pada umumnya kelebihan sumber daya air, tetapi tidak dimanage dengan baik.
Nurdin Abdullah, akan menerapkan sistem manajemen pengelolaan air dengan sistem pipanisasi. Ini dalam program pengembangan jagung, pada lahan 200 hektare di Takalar.
Bupati Bantaeng periode 2008 – 2018 ini, mengatakan, sistem manajemen air dalam program pengembangan jagung di Takalar, yang di mulai tahun 2019 ini, menjadi tonggak peradaban pertanian modern di Sulsel.
(Syahrir AR)