Kosongsatunews.com, Karakter merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosial ialah mereka yang memiliki akhlak, moral, dan budi pekerti yang baik. Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang ini sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi. Saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam masyarakat dengan melibatkan generasi bangsa, yaitu anak-anak.
Maka dari itu, disinilah peran lembaga pendidikan untuk menjawab dan menanggapi berbagai macam persoalan krisis moral yang ada.
Pondok Pesantren Al-Mustaqim adalah salah satu Lembaga yang tidak hanya mengembangkan potensi dasar yang dimiliki masing-masing peserta didik namun juga membentuk karakter mereka agar menjadi insanul kamil (pribadi yang mulia).
Dalam membentuk karakter santri, Ustadz Abdullah Hamzah selaku pimpinan Pondok Pesantren Al-Mustaqim yang juga Panglima Laskar Santri Parepare, menggunakan gaya paternalistik yakni sebagai seorang figur sentral yang mampu mendidik dan memberikan nasihat untuk santri-santrinya serta memiliki sikap yang terbuka dalam segala hal dan memberikan sanksi apabila terdapat santri yang melanggar peraturan. kepemimpinan paternalistic yang dilakukan oleh Ustadz Abdullah Hamzah menghasilkan empat kiat-kiat dalam membentuk karakter santri yaitu riyadhoh setiap hari, pembinaan setiap hari, pemberian nasihat, dan pemberian teladan.
Pondok Pesantren Al-Mustaqim juga menerapkan pendidikan gratis bahkan dua tahun lebih cepat sebelum pemerintah era presiden SBY menerapkan program pendidikan gratis. Pendidikan gratis di Pondok Pesantren ini tidak hanya gratis belajar, tapi diberi pakaian, buku, dan tinggal di pondokan secara gratis.
Saat ini Pondok Pesantren Al-Mustaqim telah membina kurang lebih 600 santri dengan 10 tingkatan pendidikan. Memiliki lima tingkatan pendidikan formal, seperti ibtidaiyah, tsanawiah, dan aliyah, ditambah pesantren penuh dengan dua tingkatan yakni tingkat Ula (dasar) dan tingkat Wusthqa (menengah).
Sedangkan untuk pendidikan nonformal dipercaya menerima masyarakat yang ingin mengejar pendidikan kesetaraan, paket A, B, dan C, serta pendidikan Alquran TKA dan TPQ.
Meski memiliki kurang lebih 600 santri namun pondok pesantren ini masih membutuhkan pembangunan sarana dan prasarana. Ketersediaan ruangan belajar dan asrama santri dianggap masih belum cukup memadai. Anggaran pemerintah yang diharapkan belum juga muncul, padahal Pondok Pesantren tersebut merupakan salah satu pesantren berkembang yang terus eksis berperan dalam mendidik dan mencetak generasi muda mudi muslim yang berkarakter dan berkualiatas.
“Besar harapan kami pemerintah bisa melirik tentang perkembangan pesantren sebagai salah satu pondok yang termuda tapi eksis dalam perjuangan pendidikan,” harapnya.
Sekedar diketahui ongkos proses belajar di pesantren ini berasal dari satu sumber, yaitu Dana Abadi Umat (DAU). Dana ini berasal dari sumbangan dan sedekah kaum muslimin di seluruh tanah air. (Lap. A.Affan)