Kepala pusat penerangan Hukum Kejaksaan RI :Leonard Eben Ezer Simanjuntak
Kosongsatunews Jakarta –
Sesuai yang dijelaskan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Dalam keterangan Persnya kamis (4 November 2021) Bahwa,
Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa tiga orang saksi terkait perkara dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2013-2019.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI,”
Lanjut Leonard menyebut inisial saksi saksi Yang diperiksa dalam pengembangan kasus korupsi LPEI.
Salah satu saksi yang diperiksa yaitu SH selaku Kepala Departemen Spesial Audit I periode April 2020 sampai 24 Juli 2021.
Kemudian, AW selaku Kepala Satuan Kerja Audit Internal LPEI. Keduanya diperiksa terkait audit internal LPEI.
Saksi lainnya adalah HK selaku asisten Relationship Manager LPEI. Ia diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit pada LPEI.
Menurut Leonard, Dalam perkara ini,kejaksaan telah menetapkan tujuh tersangka atas dugaan menghalangi penyidikan atau memberikan keterangan yang tidak benar.
“Ketujuh tersangka yaitu IS selaku mantan Direktur Pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI tahun 2016-2018, NH selaku mantan Kepala Departemen Analisa Risiko Bisnis (ARD) II LPEI tahun 2017-2018, dan EM selaku mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Makassar (LPEI) tahun 2019-2020.”
Kemudian, CRGS selaku mantan Relationship Manager Divisi Unit Bisnis tahun 2015-2020 pada LPEI Kanwil Surakarta, AA selaku Deputi Bisnis pada LPEI Kanwil Surakarta tahun 2016-2018, ML selaku mantan Kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, dan RAR selaku pegawai Manager Risiko PT BUS Indonesia”urainya.
Sebelumnya Pada 30 Juni 2021, Leonard mengatakan, penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional kepada perusahaan tersebut diduga dilakukan LPEI tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik.
Hal itu berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non-performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun.
“Di mana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN),” ujarnya.
Berdasarkan pernyataan di laporan keuangan 2019, pembentukan CKPN pada 2019 meningkat 807,74 persen dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada profitabilitas. Kenaikan CKPN ini untuk menutupi potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalah yang di antaranya disebabkan oleh sembilan perusahaan debitur itu.
Leonard mengatakan, pihak LPEI yaitu tim pengusul yang terdiri dari kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis, dan Komite Pembiayaan tidak menerapkan prinsip-prinsip Peraturan Dewan Direktur No.0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI.(Ibhar)