Jacob Ereste : Nostalgia Bersama Bang Azwar AN dan Amri Yahya Pada Tahun 1980-1990 di Yogyakarta

KOSONGSATUNEWS.COM — Antara tahun 1980 hingga 1990 jumpa dengan Bang Azwar AN dalam kaitan kegiatan kesenian dan kebudayaan cukup intens. Apalagi acap diinisiasi oleh Kakak Almarhum Prof. Drs. H. Amri Yahya, seorang pelukis batik dan pesyiar agama yang rajin dan tekun memberi bimbingan kepada siapa saja yang dianggap memerlukannya.

Pernah suatu ketika kami bersama-sama memenuhi undangan Kraton Mangkunegaran di Solo. Seusai acara Kak Haji Amri Yahya yang doyan memburu kuliner sengaja berpesan agar kami semua tak usah ikut makan di Kraton, agar bisa menyantap sate buntel di Tambak Segaran yang paling dia suka itu.

Seingatku, itulah saat pertama kali aku menyantap dan mengetahui yang namanya sate buntel itu, sebagai makanan konsumen yang manja, karena tak lagi perlu payah-payah mengunyah.

Suatu ketika, aku masih ingat kehadiran Mas Willy (Rendra) ke maskas besar Teater Alam yang juga menjadi tempat tinggal Bang Azwar sekeluarga, di Sawo Jajar, di tengah kota Yogyakarta.

Belakang, baru aku tahu markas Teater Alam itu adalah milik Mantan Gubernur DKI Jakarta, Wiyogo Atmodarmibto untuk digunakan sesuka mungkin hingga waku yang tidak terbatas.

Menjelang akhir tahun 1990-an Bang Azwar dan Mbak Titik sekelyarga mendapat rumah baru di Wirokerten, Kota Gede. Praktis sejak itu, semua aktivitas dan kegiatan Teater Alam berpusat di Wirokerten, Kota Gede. Karena itu, setiap kali Kakak Amri Yahya hendak memberi evaluasi persiapan pementasan, akan selalu bersamaku.

Latihan untuk Anggota Teater Alam di Wirokerten bisa mendapatkan lahan luas persis dibelakang rumah Bang Azwar. Padahal, untuk menuju tempat latihan, semua orang harus nelalui pintu depan rumah untuk menuju tempat latihan.

Dari kondisi serupa ini saja semakin dapat dipaham betapa terbukanya tata pergaulan insan teater. Sehingga saat melintas fi ruang dapur, setiap orang yang lewat bisa menjambret makanan apa saja yang sudah masak.

Rumah dan Galery Kak Amri Yahya yang berlokasi di Gampingan, persis dihadapan ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta, nyaris setiap hari ke datangan tamu dari negara tetangga, khususnya yang dominan dari Timur Tengah. Pernah suatu ketika beliau memaksa penulis dan Bang Azwar AN untuk menerima delegasi Sultan Pah maupun Hurni Mubaroq yang ingin mengundang Amri Yahya mebgunjungi sejumlah negara, sebagai penghargaan atas jasa-jasanya di bidang kebudayaan dan Agama Islam.

Ketika pulang dari laeatan dan pameran keliling untuk karya lukis batiknya, Kak Amri Yahya membagi-bagikan hadiah. Aku ingat Bang Azwar AN mendapat satu paket besar yang masih tertutup. Sedangkan saya sebagai jurnalis mendapat Camera otomatik yang tercanggih di masa itu. Setidaknya, jika harus dibeli, harga tidak kurang dari penghasilan bersih selama tiga bulan full bekerja.

Reputasi Bang Azwar AN adalah satu diantara sedikit alumni Bengkel Teater Wahyu Sulaiman Renda yang akrab kami panggil dengan sebutan Mas Willy itu yang mampu surfive hidup berkesenian di Yogyakarta sejak awal hingga akhir khayatnya.

Pementasan Teater Alam yang paling mengesankan — hingga aku lupa judul dan temanya — adalah kisah mengenai keluarga semi satire yang dipadu sempurna dengan tampilan kocak, Bang Azwar dan Mbak Titik sevagai pasangan langsung sebagai istrinya dalam pementasan satu panggung sebagai tokoh antagonis yang saling berlawanan.

Kekompakan di panggung seni ini, sungguh mengagumkan sehingga pada umumnya para penonton jadi terkecoh dan terguncang, menduga-duga sungguhkah cerita diatas panggung itu seperti kejadian sehari-hari dalam rumah tangga mereka ?

Yang aku ingat, Kak Amri Yahya sendiri selaku superviser atau kritikus internal Teater Alam pun termangu-mangu takjub, tanpa komentar sedikitpun. Tapi rona wajahnya sama merona puas, seperti penonton Yogayakarta yang sangat kritis dan berselera tinggi sebagai penonton drama yang serius.

Karena itu Yogyakarta patut dan pantas berduka, setidaknya dibanding saya yang cukup banyak mendapat perluasan wawasan budaya dari almarhum, putra Minang kelahiran Lampung yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk seni dan budaya bagi bangsa Indonesia dari Yogyakarta.

Banten, 28 Desember 2021

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *