Jacob Ereste :Peranan Dewan Pers Tidak Boleh Membiarkan Kehidupan Pers Indonesia Seperti Kerakap di Atas Batu

Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diprlukan (Pasal 17 ayat 1 UU pers No. 40 Tahun 1999).

Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut berupa (a) memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers, (b) menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.

Disamping fungsi-fungsi tersebut ayat (1) pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Tapi yang paling urgensi dalam UU ini adalah pasal 4 (1) yang menyatakan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, (2) dan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyebaran, pembredelan atau pekarangan perairan. Dan (3) untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Kecuali itu (4) dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.

Namun begitu (1) pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama, dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Berikutnya (2) pers wajib melayani hak jawab, (3) pers wajib melayani hak tolak.

Karena itu pada pasal 6 ditegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranannya antara lain sebagai berikut; (a) memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, (b) menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan;

Kemudian, pers Indonesia juga berperan untuk (c) mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; (d) melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan yang tidak kalah ideal adalah (e) memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Yang masih menjadi masalah adalah pasal 7 tentang (1) wartawan bebas memilih organisasi wartawan, (2) wartawan memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalustik.

Sedangkan dalam pasal 8, dalam melaksanakan profesi yang wartawan mendapat perlindungan hukum. Namun kecenderungan dari Dewan Pers hanya mau memberi perhatian pada wartawan yang menjadi anggota dari organisasi kewartawanan tertentu saja. Padahal, jumlah wartawan yang tidak tergabung dalam organisasi tertentu tersebut, lebih dominan diabaikan.

Demikian juga dengan keharusan pada setiap wartawan untuk mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW) dengan syarat-syarat yang memberatkan pada wartawan yang bersangkutan — utamanya untuk mereka yang bekerja pada perusahaan pers yang berbasis online — justru idealnya harus mendapat bimbingan, arahan serta perlindungan dengan segenap bantuan fasilitas yang mendukung untuk menajukan profesi pekerjaan di bidang pers.

Persyaratan untuk menempuh UKW itu, kecuali memberatkan, idealnya tidak boleh mendiskrimiasi insan pers yang belum atau tidak bisa mengikuti UKW yang terkesan dipaksakan itu.

Sebab dengan perlakuan serupa itu — kecuali tidak demokratis dan tidak peluang kebebasan bagi insan pers — hendaknya jangan sampai dijadikan celah untuk memperlakukan insan pers secara diskrimitif. Sebab idealnya Dewan Pers itu harus berupaya menjaga, mempersatukan, membina, dan memajukan segenap pekerja pers untuk menekuni profesi pekerjaan agar dapat lebih mulia dalam upaya mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini.

Bukankah dalam pasal 18 (ayat 1) setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi palaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sedangkan pada bagian berikutnya (2) untuk perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pada bagian (3) perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 9 ayat (2) dan.pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Setidaknya, eksistensi Dewan Pers sebagaimana ditegaskan dalam pasal 15 UU Pers No. 40 Tahun 1999 jelas disebutkan bahwa (1) Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, maka ditentukan Dewan Pers yang independen.

Adapun fungsi Dewan Pers adalah (2) melaksanakan (a) pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers. Jadi jelas bukan untuk memonopoli kekuasaan dan otoritas dalam bidang pers dan tidak boleh bersikap diskriminasi terhadap anggota organisasi pers tertentu yang dianggap tidak seragam atau tak hendak bergabung dalam organisasi pers tertentu.

Apalagi kemudian fungsi Dewan Pers meliputi upaya untuk (b) menerapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalustik; lalu (c) memberikan pertimbangan san mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

Sebab dari ragam macam kasus yang dominan muncul pada akhir-akhir ini, justru adanya kecenderungan kriminalisasi dan tindak kekerasan terhadap insan pers yang tidak bisa diselesaikan secara hukum, karena tidak mendapat perhatian serta dukungan dari Dewan Pers.

Padahal, fungsi dan peranan dari Dewan Pers meliputi upaya (d) mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pihak pemerintah. Bahkan (e) Dewan Pers berkewajiban memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

Sudahkah semua fungsi dan peranan Dewan Pers itu diimplementasikan dalam kehidupan nyata pers di Indonesia yang masih terus menghadapi beragam masalah, diskriminasi serta perlakuan yang tak layak dari berbagai pihak, utamanya aparat pemerintah yang merasa terusik dan terganggu sikapnya untuk berbuat sewenang-wenang ?

Agaknya, pada Ketua Dewan Pers Indonesia yang baru saja terpilih, Prof. Azyumardi Azra sungguh besar harapan ideal itu dapat diwujudkan, mengingat beliau berasal dari kalangan akademisi yang sangat mumouni bisa dipercaya bisa mengemban amanah demi dan untuk kemasalahatan orang banyak, utamanya bagi insan pers Indonesia. Agar, bisa hidup layak, tidak seperti kerakap di atas batu.

Banten, 18 Juni 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *