Alot, Tim Apraisal Batal Melakukan Perhitungan Rumah Harvido Aquino Rubian alias Buyung

Kupang – Harvido Aquino Rubian alias Buyung selaku ahli waris almarhum Drs. Theodorus MC. Rubian bersama kuasa hukumnya Akhmad Bumi, SH, Yupelita Dima, SH., MH, Ayub Codey., SH dari Firma Hukum ABP keberatan dan menolak kehadiran tim appraisal independent untuk melakukan perhitungan atas rumah tinggal yang ditempati Harvido Aquino Rubian alias Buyung dan keluarga di kelurahan Oepura, kecamatan Maulafa, kota Kupang.

Kedatangan tim appraisal dan tim dilokasi rumah Harvido Aquino Rubian alias Buyung sekitar pukul 10.00 wita pada Jumat (3/5/2024).

Tim appraisal independent datang bersama kuasa pemohon Fransisco Bernando Bessi, SH dkk, pihak Pengadilan Negeri Kupang, aparat keamanan dari Kepolisian Polsek Maulafa, Polresta Kupang Kota.

Harvido Aquino Rubian alias Buyung selaku ahli waris almarhum Drs. Theodorus MC. Rubian keberatan dan tidak mengijinkan tim appraisal melakukan perhitungan atas rumah ini.

“Saya keberatan dan tidak mengijinkan karena saya sudah daftarkan gugatan di Pengadilan tanggal 2 Mei 2024 dan perlu semua tahu bahwa rumah ini tidak termasuk yang dijaminkan. Saya menolak bapak mereka lakukan appraisal dirumah”, tegas Buyung.

Yupelita Dima, SH., MH selaku kuasa hukum Buyung menjelaskan kedatangan teman-teman pengacara dan tim appraisal kami sangat menghargai. Tetapi saya sebagai kuasa hukum dari Buyung mengingatkan bahwa rumah ini tidak termasuk dalam jaminan.

”Untuk apa kita menghitung barang yang bukan jadi jaminan, itu hal yang lucu. Apalagi didukung oleh Pengadilan. Itu menyalahi aturan dan kami sudah mengajukan gugatan dan tercatat dalam Perkara No 88. Silahkan saudara-saudara meninggalkan tempat ini”, tegas Yupelita dihadapan Tim Apraisal.

Fransisco Bernando Bessi, SH menjelaskan terkait dengan proses gugatan itu kita sepakat di pengadilan, jadi kita tidak dalam kapasitas berbicara tentang proses pembuktian.

”Sedikit informasi, ini juga sebagai gambaran, karena proses ini mudah sekali. Ada utang ya harus dibayar, itu saja. Kedua tanah yang menjadi obyeknya ini setahu kami digugat lagi oleh pihak lain, dari pihak internal keluarga. Makanya pertanyaan sederhananya proses ini pasti akan ada ujung. Data ini bermula di 2020, kemudian ada proses PK. Akta perdamaian itu kesepakatan para pihak. Yang lalu disepakati, sekarang tidak disepakati. Alasan lain, setahu saya sudah empat kali ganti kuasa hukum, kalau saya belum pernah diganti. Sehingga data-data yang ada ini, saya dengan beliau sudah lama jadi dari saya tetap dan minta maaf atas keberatannya. Dari pihak Pengadilan sudah ada dan pihak Kepolisian juga ada. Kita hanya melihat. Apakah cukup secara fisual, tergantung pihak aprrisiasal menilai”, jelas Sisco.

Harvido Aquino Rubian alias Buyung bersama kuasa hukum tetap keberatan dan menolak dilakukan perhitungan atas rumah tersebut.

Pihak Apraisal mengatakan “kami independent tidak dari pihak Penggugat maupun Tergugat, kami hanya menilai apa adanya dan itu yang akan kami berikan. Apakah asset ini masuk dalam gugatan atau tidak kami tidak tahu”, jelasnya.

Pihak Pengadilan menjelaskan ”ada permohonan dari pihak Pemohon terkait proses lelang. Didalamn permohonan termasuk obyek rumah ini juga akan dilelang”, jelasnya.

 

Dalam perdebatan yang alot, kemudian datang Akhmad Bumi, SH selaku kuasa hukum Harvido Aquino Rubian alias Buyung.

Akhmad Bumi menjelaskan klien kami keberatan dan menolak rumah ini dihitung oleh tim apraisal, klien kami tidak mengijinkan. Kalau memaksa kehendak untuk melakukan perhitungan, kami akan proses hukum, kami hanya jalankan kuasa klien.

Lanjut Akhmad, ini masalah ada dua, jual beli dan hutang piutang baru. Jual beli kenapa berubah jadi hutang piutang baru? Ini soal hukum yang besar dari kedua konteks ini. Jual beli sudah selesai sejak tanggal 5 Maret 2020. Sejak kedua belah bersepakat jual beli, tanah dua hektar itu sudah jadi milik Hendra selaku pembeli, sudah dilakukan pembayaran hingga dua kali, telah terjadi peralihan hak. Jual beli sudah selesai.

Hutang piutang baru ini terjadi ketika Hendra (Pembeli) menolak pembayaran angsuran ketiga sebesar Rp 3,7 milyar dengan alasan tanah itu bermasalah, diblokir dan lain-lain.

Padahal tanah itu saat terjadi jual beli tahun 2020 tidak ada masalah, tidak sedang diblokir dan tidak sedang dituntut pihak lain. Para pihak sudah cek fisik dan yuridisnya.

”Almarhum Theodorus di somasi oleh Hendra (penjual), terus membuat laporan pidana (LP) di Kepolisian. Dasar dari laporan kepolisian itu, pak Theodorus ditakut-takuti, diancam, dibujuk dan lain-lain. Pak berikan saja harta itu, kalau tidak masuk penjara. Ini melanggar asas kebebasan dalam membuat perjanjian. Pak Theodorus dalam ancaman, tidak pada posisi yang seimbang, dan dibujuk dan lain-lain”, jelas mantan calon Komisioner KPK tahun 2015 ini.

Rumah ini bukan bagian dari jaminan lanjut Akhmad. Saya sudah baca perjanjian para pihak, tidak dicantumkan obyek secara jelas dan lengkap, obyek rumah ini tidak ada. Kenapa dilakukan sita dan dihitung oleh appraisal.

Perjanjian yang melanggar hukum ini yang melahirkan hutang piutang baru, dalam pandangan kami ini hutang piutang terselubung atau perjanjian semu atau seolah-olah, jelas Akhmad.

“Sebentar saya bersurat ke Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Mengajukan keberatan, dan mohon diperiksa pihak-pihak yang terlibat, jika melanggar hukum diberikan sanksi”, jelas Akhmad.

Atas keberatan dari Harvido Aquino Rubian alias Buyung dan kuasa hukum, akhirnya tim appraisal batal dan tidak melakukan perhitungan dan bergegas meninggalkan rumah Harvido Aquino Rubian alias Buyung di Oepura, kota Kupang.

Dibagian lain masih dilokasi rumah Harvido Aquino Rubian alias Buyung, Akhmad Bumi menjelaskan Putusan Pengadilan itu hanya mengesahkan isi perjanjian para pihak. Tidak ada perintah macam-macam.

Disuruh taati isi perjanjian yang bertentangan dengan Undang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum itu. Perjanjian ini yang jadi obyek sengketa yang sedang kami gugat di Pengadilan, jelas Akhmad.

Dalam perjanjian tidak dicantumkan obyek secara jelas dan lengkap, lalu disita dengan suka-suka, semau saya, dimana ada obyek ya saya sita. Ya tidak boleh begitu.

Teliti juga sifat putusan pengesahan dari Pengadilan itu? Apa putusan pengadilan yang sifatnya konstitutif ini membutuhkan sita eksekusi atau non eksekusi? Apa ada perintah mengosongkan obyek, apa ada perintah penyitaan? Kan tidak ada.

Hati-hati, ini dapat dikualifikasikan sebagai perampasan hak milik orang lain dengan melanggar hukum, jelas Akhmad Bumi.

Hendra yang pembeli dari Surabaya itu yang berhutang kepada almarhum Theodorus, jangan dibalik. Kita minta Hendra untuk membayar angsuran ketiga 3,7 milyar dan harta yang telah disita dengan melanggar hukum itu dikembalikan ke klien kami.

Kalau jual beli itu dibatalkan, ya uang angsuran yang sudah dibayar ke almarhum Theodorus itu hangus dong. Bukan disuruh kembalikan dengan jaminan. Undang-undang KUHPerdata menjelaskan begitu. Kok dibalik dengan membuat hutang baru ke almarhum Theodorus?

Semua hal itu sudah kami uraikan dalam gugatan setebal 37 halaman kemarin. Ini soal hukum, bukan soal maunya siapa dan saya dapat apa. Kita harus lihat soal hukumnya, tutup Akhmad Bumi. (TIM/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *