Gowa, kosongsatunews.com – Seorang polantas dari polres Gowa, Sulawesi Selatan, melakukan penindakan di lapangan, dengan sangat kasar terhadap pengendara bermotor. Tindakan tidak terpuji dan simpati ini dialami Zulfiadi Muis, Senin (7/10/2019) kemarin pagi.
Dirinya berharap tak ada lagi kejadian seperti ini, yang dialami masyarakat, dimana terkesan mencari-cari kesalahan.
“Kemarin pagi, di jalan mesjid raya, saat mengantar anak saya untuk ujian hafidz dengan mengendarai motor Honda beat nomor plat DD 4964 UI. Baru saja keluar dari jalan setapak, kebetulan berpapasan dengan oknum polantas tersebut, lalu kemudian saya dihentikan, alasannya karena tidak memiliki satu kaca spion. Saya mengakui melakukan pelanggaran. Lalu, memohon kebijakan agar diijinkan balik kerumah untuk memasang kaca spion satunya lagi, namun oknum polantas tersebut tidak memberi toleransi. Malah bersikukuh untuk melakukan tilang,” urai Zulfiadi, dengan panjang lebar.
Lagi diuraikannya, seharusnya oknum polantas ini tidak bisa semena-mena seperti hukum tertulis saja. Polisi juga harus melihat kondisi sosiologis. Sehingga masyarakat bisa menerima dengan jelas, ini harus di miliki. Kalau polisi dilatih hanya mengikuti hukum, ini bisa berbeda pendapat dengan masyarakat.
Lanjutnya, tidak usah berteriak keras kalau mau menindaki, apalagi di depan anak yang masih berumur 9 tahun.
“Saya sudah memohon untuk mengantar dulu anak saya pergi ujian hafidz karena khawatir terlambat, namun tidak diijinkan juga,” terang Daeng Ramma (nama akrabnya)
Ditambahkannya, paling tidak dapat diterima perkataannya yang mengatakan “Buku Tilang Ini Harus Dihabiskan, Perintah Kapolres”. Jadi dugaannya, oknum ini mobile untuk mencari kesalahan masyarakat karena ada target. Kemungkinan polisi tersebut lemah dalam hukum lalu lintas. Sehingga, perlu dilakukan penyegaran terhadap petugas yang turun langsung di lapangan. Tujuannya, untuk memberikan penyegaran wawasan yang sudah pernah dipelajari.
“Polisi bukan hukum yang mati dalam buku. Karena tulisan itu diterapkan di lapangan. Ini hukum sosiologis bukan normatif. Dan ini harus dibarengi dengan interaksi. Kalau ini gak dilatih, diterapkan di lapangan bisa salah pengertian,” tutup Direktur Eksekutif LSM CIP ini. (*)